Generarasi milenial dan Generasi z, harusnya perlu menyadari bahwa saat ini kekuatan ekonomi dunia sudah mulai mengalami pergeseran. Dimana selama ini kekuatan ekonomi dunia berada di belahan benua eropa, kini secara perlahan-lahan bergeser menuju ke belahan timur, yakni beberapa negara bagian asia (terutama bagian asia timur dan asia tenggara). Pertumbuhan ekonomi di negara-negara asia mulai menjadi perhatian dunia internasional, perhatian itu mereka tujukan melalui keberanian para pemilik modal untuk melakukan investasi besar-beseran di negara-negara asia.
Seperti yang diketahui melalui data yang disampaikan oleh United Nations Conference On Trade And Development (UNCTAD), melalui World Investment Report 2019. Aliran investasi langsung asing (FDI) yang masuk ke negara-negara berkembang mengalami kenaikan 3,9 persen atau US$512 miliar dari tahun sebelumnya, dalam hal ini negara-negara asia masih merupakan penerima aliran FDI terbesar dunia saat ini.
Sebagai sebuah negara yang memiliki kekuatan sumber daya yang melimpah, memiliki sistem politik bebas aktif, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar ke 4 di dunia yakni dengan jumlah populasi mencapai 273.52361 jiwa menurut laporan worldometer.info, serta merupakan negara yang memiliki sistem demokrasi yang cukup stabil, hal tersebut dapat menjadi peluang yang baik untuk melakukan inovasi Indonesia menjadi negara maju kedepannya.
Tetapi pertanyaannya apakah negara Indonesia mampu mencapai kejayaannya di tahun 2045 dengan bonus demografi yang akan mengalami masa puncaknya pada tahun 2030-2045 mendatang? Untuk itu Indonesia perlu menjadikan negara-negara yang telah berhasil menjadikan peluang bonus demografi sebagai tolak ukur atau strategi untuk memanfaatkan peluang tersebut demi mencapai keberhasilan pembangunan nasional, seperti yang dilakukan oleh negara-nagara berikut diantaranya negara Jepang, Korea Selatan dan negara china pada tahun 1990an.
Pernyataan yang pasti! sebagai negara yang tergolong baru melakukan industrialisasi di berbagai sendi kehidupan untuk mempermudah bentuk-bentuk interaksi atau aktivitas produktif masyarakatnya, Indonesia tidak boleh secara terus-menerus menjadi negara konsumen terhadap negara-negara lainya. Indonesia perlu menjadi tuan rumah bagi warga negaranya, Indonesia perlu menjadi produsen aktif bagi negara-negara pesaing lainnya.
Nilai kompetisi masyarakat Indonesia perlu ditingkatkan dan masyarakat tidak boleh digeserkan perannya oleh teknologi secara radikal tetapi menyatu melakukan kolaborasi untuk menghasilkan nilai lebih. Untuk memahami lebih jauh bagaimana bonus demografi, kekuatan inteletual dan inovasi untuk mewujudkan visi 2045 negara Indonesia, silahkan disimak bahasan dibawah ini.
Bonus Demografi Indonesia 2030-2040
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kesempatan untuk menghadapi tantangan bonus demografi pada tahun 2030-2040 mendatang. Bonus demografi dapat dikatakan sebagai sebuah harapan kekuatan baru, dan sumber daya pembangunan baru, oleh sebuah negara yang mampu mengelolanya dengan baik, tetapi sekaligus merupakan sebuah ancaman serius bagi negara yang tidak mampu mengelolanya dengan baik.
Pada dasarnya bonus demografi merupakan kondisi dimana sebuah negara mengalami kelebihan populasi penduduk dengan presentase usia produktif lebih besar dibandingkan dengan usia tidak produktif dalam jangka waktu tertentu dan dapat membawa keuntungan bagi sebuah negara sekaligus ancaman. Untuk Indonesia sendiri bonus demografi dapat dimaknai sebagai sebuah harapan baru untuk menjadi negara maju.
Seperti yang disampaikan oleh Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, tepat pada tahun 2030-2040 merupakan momentum bagi Indonesia untuk menerima hadiah bonus demografi, dengan jumlah populasi penduduk usia produktif 15-64 tahun lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah populasi penduduk usia tidak produktif 15 tahun kebawah dan 64 tahun keatas. Faktor berupa produktivitas masyarkat merupakan penentu peningkatan standar hidup, turunya angka kesenjangan sosial, peningkatan pelayanan publik dan peningkatan perekonomian, merupakan bentuk keberhasilan bonus demografi dimanfaatkan oleh negara.
Intelektual Bangsa Indonesia
Menjadikan bonus demografi sebagai momentum untuk melakukan pembangunan sebuah negara secara besar-besaran, tentu merupakan keharusan untuk dilakukan oleh negara. Sebab semakin tingginya angka populasi penduduk dan semakin berkembangan isu global di tengah masyarakat, tuntutan akan kualitas, percepatan dan kemudahan akses layanan publik akan semakin kompleks. Negara tidak lagi hanya dihadapkan pada persoalan yang mendasar saja tetapi akan lebih daripada hal tersebut.
Untuk itu, dalam mewujudkan negara menjadi sebuah negara yang Adidaya, dan Makmur dalam segala bentuk sistem baik politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Indonesia memerlukan kekuatan intelektual bangsa, sebab untuk menghasilkan pelayanan yang berkualitas dan dekat dengan masyarakat, negara harus hadir dengan sistem yang modern, visioner, agile, efektif, efisien, dan akuntabel.
Seperti sebuah kisah nyata dari buku karangan William Kamkwamba dan Bryan Mealer dengan judul “The Boy Who Harnessed The Wind”. Kisah tersebut menceritakan bagaimana seorang pemuda yang berasal dari keluarga petani Tembakau di sebuah kota bernama Malawi, Negara Afrika bagian Selatan, mampu mengelola kekuatan intelektualnya menjadi sebuah alat yang dapat menyelesaikan persoalan yang terjadi di kotanya.
Kota Malawi merupakan sebuah kota kecil di negara Afrika bagian Selatan. Kota Malawi mengalami kondisi krisis lingkungan, pohon-pohon yang ada dikota tersebut telah habis di tebang. Sehingga ketika terjadi musim hujan berkepanjangan tiba, para petani Tembakau mengalami kegagalan panen, demikian juga ketika musim kemarau Panjang tiba, masyarakat yang mayoritas petani Tembakau kesulitan untuk melakukan pembukaan lahan karena kondisi yang kering membuat Tembakau tidak memungkinkan untuk ditanam pada lahan yang tandus tersebut.
Melihat masalah kekeringan yang dialami oleh kota Malawi, sehingga membuat masyarakat di kotanya tersebut tidak dapat menaman tembakau, seorang pemuda bernama Maxwell Simba, anak dari seorang petani tembakau, nememukan sebuah ide untuk membangun sebuah kincir angin untuk memopa air dari dalam tanah yang selanjutnya dialirkan ke lahan para petani, agar pengarian di lahan petani dapat membuat mereka mampu nenamam tembakau Kembali. Dari jerih payahnya, Maxwell Simba mampu menjadi pahlawan bagi kotanya, masyarakat akhirnya dapat menikmati air dari kincir angin yang dibuatnya.
Kisah tersebut merupakan sebagian dari banyaknya kisah-kisah nyata lainya tentang bagaimana dahsyatnya kekuatan intelektual mampu membangun sebuah pradaban yang maju. Negara Indonesia juga memiliki banyak kaum-kaum intelektual yang memungkinkan dapat dijadikan senjata untuk membangun Indonesia menjadi negara maju. Indonesia sudah memiliki ribuan diasporanya di luar negeri, yang jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik dapat menguntungkan Indonesia.
Intelektual-intelektual yang dimiliki oleh sebuah negara, dapat menjadikan negara tersebut menjadi maju. Peristiwa itu dapat dilihat misalnya dari negara-negara yang memiliki keterbatasan sumber daya sperti dikutip dari idntimes.com, misalnya Singapura kekurangan air bersih sehingga harus impor dari negara tentangganya, Jepang, Islandia, Belanda, dan Jerman, mereka merupakan negara-negara yang memiliki keterbatasan sumber daya alam tetapi mereka memiliki kekuatan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu memanfaatkan sesuatu yang berukuran kecil menjadi bernilai besar. Artinya adalah sangat penting bagi sebuah negara memiliki intelektual-intelektual yang mampu membawa perubahan kemajuan bagi negaranya.
Bonus Demografi, Intelektual Dan Inovasi: Menjadikan Tantangan Sebagai Peluang Menuju Kemanfaatan
Visi Indonesia maju 2045 mungkin tidak akan tercapai jika Indonesia tidak memiliki sumber daya manusia yang memadai, jikapun Indonesia memiliki banyak diaspora di luar negeri saat ini namun tetap miskin inovasi, visi tersebut tidak akan tercapai. Lalu apa kuncinya? Bonus demografi harus dilakukan pembangunan sumber daya manusianya tanpa meninggalkan penunjang infrastruktur lainya, dalam hal ini Indonesia memerlukan telenta-talenta pembangun dari diaspora yang dimiliki bangsa. Selanjutnya untuk mendukung percepatan perubahan itu, negara perlu melakukan inovasi sektor publik, agar negara tidak bergerak diam ditempatnya.
Inovasi pada dasarnya merupakan kemunculan sebuah ide yang dibarangi dengan praktek untuk memunculkan perubahan yang baru atau sebuah perjalanan adopsi untuk menciptakan perubahan. Rogers dalam Oldenburg (2008) misalnya menyampaikan bahwa inovasi adalah sebuah ide, praktek yang mampu menghasilkan temuan baru oleh seorang individu atau suatu kelompok dalam mengadopsi suatu yang baru untuk menciptakan perubahan. Inovasi tidak akan berhasil jika ia tidak dilakukan dengan komponen seperti relative advantege, compatibility, coplexcity, triability dan observability.
Berikutnya keterkaitan antara bonus demografi, intelektual dan inovasi untuk visi Indonesia 2045. Indonesia perlu menggagas sebuah regulasi untuk melakukan inovasi sektor publik. Pandemi COVID-19 seperti saat ini, pada dasarnya dapat dijadikan momentum untuk melihat bagaimana kekurangan yang dimiliki oleh Indonesia dijadikan sebagai landasan berpikir pemerintah untuk melakukan inovasi sektor publik.
Melihat perlambatan pelayanan sektor publik hingga sektor bisnis akibat dari kegagapan hingga ketidakcukupan alat untuk menunjang percepatan pelayanan publik dari pemerintahan, akibat dari proses disrupsi yang terjadi tanpa aba-aba Indonesia dapat dikatakan belum siap menggelola bonus demografi jika tidak segera melakukan inovasi. Indonesia memang sudah memiliki setidaknya sebuah regulasi yang memungkinkan dapat membawa angin segar bari pembahruan inovasi kedepannya.
Regulasi itu merupakan undang-undang nomor 11 tahun 2019 tentang sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknologi. Dimana ia merupakan awal dari kemunculan program integrasi ekosistem riset dan inovasi, Indonesia satu data, satu peta, aplikasi pengaduan cepat (LAPOR) dan lembaga-lembaga pembiayaan dibidang Pendidikan dan ilmu pengetahuan, seperti LPDP, LIPI dan dana ABDI Pendidikan. Tetapi dalam satu ruang yang sama Indonesia juga masih memiliki berbagai macam persoalan yang berkaitan dengan kemudahan akses layanan Kesehatan, Pendidikan, infomasi yang cepat, sistem hukum yang berkeadilan, politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Indonesia belum mampu menghadirkan keadilan yang merata, kesenjangan antara kota dengan desa masih sangat tinggi. Untuk memperbaiki kondisi yang demikian, Indonesia membutuhkan mobilisai yang merata dengan menyediakan layanan yang berkualitas. Misalnya Indonesia yang saat ini sudah ingin menginjak usia ke 76 tetapi persoalan integrasi regulasi antara daerah dan pusat serta kemerlutan satu data, masih menjadi persoalan yang serius. Mengapa kondisi seperti ini terjadi? Sebab negara Indonesia masih ketinggalan ilmu pengetahuan dibidang riset dan teknologi.
Ilmu pengetahuan, riset, inovasi dan teknologi sangat diperlukan Indonesia untuk menjadi negara maju. Menjadi negara yang menyepakati untuk masuk dilingkungan global, masyarakat perlu terbiasa melihat kondisi pasar dan untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat perlu berkolaborasi dengan teknologi. Bagaimana melakukannya? Pemerintah saat ini mendorong pembangunan di sektor teknologi sebab membangun ekonomi negara untuk menjadikannya besar, negara membutuhkan yang dinamakan dengan sistem ekonomi berbasis pengetahuan.
Pemerintah bersama masyarakat dan dunia usaha harus berkolaborasi membentuk tata kelola yang kuat, menjadikan teknologi sebagai media untuk mengubah negara bukan untuk menggeserkan peran manusia dengan teknologi itu sendiri, dalam kondisi seperti inilah kolaborasi itu diperlukan. Kolaborasi manusia dengan teknologi yang dimaksudkan adalah dimana pemerintah menyediakan ruang publik untuk mengumpulkan berbagai macam talenta yang dimiliki oleh masyarakat dengan kompleksitas ilmu pengetahuannya, menghasilkan sebuah karya yang dapat dinikmati oleh dunia, yang mana nantinya menghasilkan income untuk Indonesia itu sendiri.
Indonesia harus optimis mampu meraih kemajuan di usianya yang ke 100 di tahun 2045 mendatang. Indonesia memiliki kebudayaan dan pengetahuan lokal yang dapat memberikan nilai lebih di pasar internasional. Jika itu didukung oleh pemerintahan yang kuat, ditambah lagi dengan diaspora-diaspora yang dimiliki oleh Indonesia. Negara Indonesia pasti mampu menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi dan merebut posisi kelima atau keempat sebagai negara maju di dunia di tahun 2045. Bonus demografi dan intelektual yang dimiliki oleh bangsa dapat dijadikan sebagai tantangan untuk menjemput keberhasilan pembangunan nasional.
Referensi:
UNCTAD. 2019. World Investment Report 2019. https://unctad.org/webflyer/world-investment-report-2019
Oldenburg, B., & Glanz, K. 2008. Diffusion of innovations. Health behavior and health education: Theory, research, and practice, 4, 313-333.
Martens, A. (2011). The Boy Who Harnessed The Wind. Literacy Learning: The Middle Years, 19(2), 44-46.
(Penulis, Kusmingki – Mahasiswa Prodi Administrasi Publik UWM Angkatan 2018)