KULTUR BARU, ANAK MUDA DAN SEHELAI KAIN NUSANTARA

Menjadi diri sendiri di setiap masa memang memiliki kerumitannya sendiri. Saat ini mungkin kita menghadapi tantangan bahwa setiap orang bisa memberikan komentar terhadap apapun yang kita lakukan kapanpun dan dimanapun. Mulai dari pakaian yang kita gunakan, rutinitas harian, hingga opini pribadi yang kita bagikan di internet. Sosial media menjadi salah satu medium untuk mengungkapkan citra diri kita adalah dengan pakaian yang kita kenakan. Barang-barang yang kita gunakan sehari-hari pada dasarnya bisa menjadi cerminan individu seperti apa diri kita yang ingin ditunjukan di mata publik.

Hootsuite dan We Are Social menerbitkan laporan “Digital 2022 April Global Statshot Report”. Laporan ini merangkum tren digital dan media sosial terbaru di seluruh dunia, termasuk tentang jumlah pengguna internet saat ini. Menurut laporan itu, jumlah pengguna internet di dunia kini mencapai 5 miliar. Angka ini mewakili 63 persen populasi penduduk dunia yang kini diperkirakan mencapai 7,93 miliar orang. Banyaknya pengguna aktif yang akhirnya membuat masyarakat banyak terhubung tanpa mengenal batas ruang dan waktu.

Berjalannya waktu mengikuti perkembangan zaman, tidak dipungkiri batik sudah mulai ditinggalkan secara perlahan dan hal ini menjadi sebuah ancaman bagi bangsa Indonesia. Pasalnya banyak negara yang tertarik dengan warisan ini, bahkan mengakui bahwa batik adalah peninggalan negara mereka.  Sebagai generasi muda yang telah diamanahkan untuk menjaga kelestarian budaya bangsa,  mulai tumbuh rasa sadar untuk kembali menyerukan semangat berkain bersama.

 Semangat ini digerakan bersamaan dengan berkembangnya dunia fashion dan media sosial. Tidak bisa dipungkiri kini dengan adanya media sosial, gaya berpakaian semakin beragam, unik, dan meluas, baik untuk pria maupun wanita. Salah satu gaya berpakaian yang ikut mengalami banyak inovasi di Indonesia yaitu menggunakan kain batik. Berbagai kampanye digital tentang pakaian sudah banyak sekali dijalankan dimedia sosial. Kampanye secara digital menjadi salah satu tren baru yang digunakan pihak untuk mempersuasi audiens yang lebih luas.

Fenomena kampanye digital tersebut sejalan dengan perkembangan teknologi digital dan internet yang menghasilkan berbagai aplikasi, misalnya media sosial yang bisa diakses dengan mudah, bebas, dan cepat. Hal ini berdampak besar bagi generasi muda, terutama Generasi Z yang merupakan digital native. Sejak kecil Generasi Z mengalami globalisasi, digitalisasi, dan keragaman budaya. Banyaknya informasi yang mudah diakses saat ini membuat generasi muda lebih suka menikmati dan menemukan sesuatu yang baru dan instan melalui media sosial. Pada akhirnya, banyak anak muda yang lebih tertarik dengan  produk budaya asing yang ditawarkan melalui platform di media sosial daripada produk budaya lokal.

Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan McKinsey di enam negara di kawasan Asia-Pasifik, termasuk Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Generasi Z cenderung lebih menyukai merek yang populer dan mudah dikenali. Melihat fenomena tersebut, perlu adanya transfer atau sosialisasi tentang warisan budaya lokal kepada Generasi Z melalui kampanye digital di media sosial. Ini juga sebagai upaya melestarikan budaya bangsa.

Salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan adalah kain tradisional nusantara atau wastra. Dikutip dari CNN Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengungkapkan bahwa terdapat beberapa jenis kain tradisional yang terancam punah dan perlu diselamatkan. Dengan ini, pemerintah mendorong segala upaya dalam melindungi dan melestarikan kain tradisional.  Salah satu komunitas yang aktif melakukan upaya tersebut adalah Swara Gembira, dengan kampanye di media sosia yang bertajuk #BerkainGembira. Kampanye ini merupakan sebuah gerakan dalam memperkenalkan sekaligus mengajak generasi muda untuk mengenakan kain tradisional. Hal ini tentu dapat membangun kesadaran Generasi Z terhadap produk lokal dan Kain-kain Nusantara.

Wastra atau kain tradisional Indonesia kerap diidentikan oleh generasi muda sabagai hal yang kuno, lawas, dan formal. Remaja Nusantara pun hadir mematahkan anggapan tersebut, dengan membawanya menjadi gaya berbusana yang kekinian bahkan ramah dipakai sehari-hari. Berkain bisa mengangkat dan merangkul budaya lama untuk hadir kembali di era modern saat ini. Terdapat berbagai cara dalam menggunakan kain yang dapat disesuaikan dan dipadupadankan sesuai dengan selera fashion masing-masing individu

Swara Gembira lahir dari kecintaan sekaligus keresahan para pendirinya terhadap perkembangan seni budaya Indonesia yang kurang relevan terhadap generasi muda. Pada tahun 2018 Swara Gembira melihat budaya berkain masih dianggap tabu di kalangan generasi muda. Kemudian dibuatlah kampanye #BerkainGembira bersama Remaja Nusantara, yaitu produk turunan dari Swara Gembira yang diunggah melalui Youtube, kemudian dilanjutkan ke Instagram dan TikTok. Konten ini membuat kampanye #BerkainGembira viral dan saat ini tagar #BerkainGembira sudah mencapai 44 juta tayangan di TikTok.

Pesan yang dikemas dengan nuansa menghibur dan informasi, disajikan melalui beberapa rubrik konten seperti Padu Padan Wastra (konten tutorial

mix and match busana dengan kain tradisional), Rombak Gaya (melakukan make over gaya busana seorang figure dengan kain tradisional), Adu Gaya antar audiens. Sementara, melalui Discord dilakukan dengan membentuk forum diskusi. Forum tersebut terdiri dari berbagai jenis sub forum di antaranya: kategori fesyen, terdiri dari “pake-apa-hari-ini” dan “kainpedia”, kategori rekomendasi, terdiri dari “inspirasi-busana”, “toko-kain”, selain itu ada juga “pasar-wastra”, dan forum obrolan bebas.

Komunikasi dua tahap dalam kampanye #BerkainGembira adalah tim Swara Gembira membuat konten kampanye yang berkolaborasi dengan public figure dan influencer, di tahap ini terjadi transfer informasi tentang kampanye #BerkainGembira kepada public figure dan influencer sebagai opinion leaders. Kedua, public figure dan influencer sebagai opinion leaders melakukan transfer atau meneruskan informasi mengenai kampanye #BerkainGembira kepada para pengikutnya atau penggemarnya.

Dalam pelaksanaan kampanye digital #BerkainGembira, Swara Gembira berkolaborasi dengan beberapa public figure dan influencer dari kalangan generasi Y dan Z. Para public figure dan influencer dengan masing-masing ciri khas style berbusana ini banyak dilibatkan dalam rubrik konten Rombak Gaya.  Hasil rombak gaya ini nantinya adalah tampilan baru dengan berkain tetapi tanpa menghilangkan identitas atau ciri khas style dari public figure dan influencer tersebut. Ini adalah salah satu strategi dalam memperlihatkan kepada generasi Z bahwa seseorang dengan style yang seperti apapun, baik itu vintage, eksentrik, dan lain sebagainya bisa tetap terlihat cocok dipadupadankan dengan kain tradisional (wastra).

Pengembangan strategi kampanye digital melalui konten media sosial seperti “Adi Gaya Indonesia” hal ini dilakukan agar berkain tidak hanya berskala nasional tetapi bisa berkembang ke level internasional. Swara Gembira juga melakukan pengembangan strategi dengan membuat tagar baru yaitu, #IndonesiaBerkain sebagai bentuk refreshment dan diversifikasi tagar dalam kampanye #BerkainGembira. Melalui tagar ini diharapkan skala dari kampanye digital ini bisa semakin luas dan gerakan kampanyenya bisa lebih masif lagi.

Seiring berkembangnya zaman, teknologi semakin berkembang pesat dan lebih modern, termasuk pula dalam pembuatan kain nusantara, dan semakin banyak lahir motif-motif baru diberbagai daerah yang menunjukan ciri- ciri khas dan makna dari daerah tersebut. Beberapa motif yang dulunya hanya khusus dipakai oleh bangsawan pun sekarang bisa dipakai oleh masyarakat umum.

(Penulis, Aulia Azizah – Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi UWM)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *