BURNOUT MENJADI ANCAMAN KESEHATAN MENTAL SAAT WORK FROM HOME
Ada begitu banyak kasus yang berkaitan dengan psikologis manusia saat pandemi Covid-
19 melanda hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Banyaknya orang yang mengalami permasalahan kesehatan mental akibat pandemi Covid-19 bisa dipahami mengingat pandemi Covid-19 merupakan sumber stres baru bagi masyarakat dunia saat ini. Pandemi Covid-
19 juga membuat orang-orang yang dulunya punya mobilitas bekerja yang tinggi kini harus sedikit melambat dengan bantaun akses daring atau biasa dikenal dengan Work From Home (WFH).
Work from home (WFH) menjadi sebuah sistem yang muncul semenjak pandemi muncul. Bekerja di rumah dilakukan agar penularan virus Covid-19 bisa ditekan. Bagi sebagian orang Work From Home (WFH) menjadi hal yang menyenangkan karena bisa lebih santai tanpa dikejar-kejar jam masuk kantor. Namun di balik sebuah Work From Home (WFH) dapat membuat seseorang mengalami kesehatan mental yang buruk.
Walaupun waktu dengan keluarga menjadi lebih banyak karena tidak harus bekerja di luar rumah. Padahal ada bahaya yang mengintai sistem kerja ini yaitu Burnout.Banyak orang menganggap Work From Home (WFH) jauh dari kata stres dan kelelahan. Nyatanya pekerja bisa mengalami burnout meski sedang Work From Home (WFH). dilansir dari laman resmi WHO, burnout adalah sindrom yang muncul karena stres selama bekerja. Stres tersebut tidak tertangani secara baik sehingga mengganggu pekerja.
Penyebab burnout dapat berupa kelelahan selama Work From Home (WFH) Karena seseorang tidak bisa memisahkan pekerjaan dengan kehidupan pribadinya Menurut Andrew Schwehm, ahli psikologis klinis, dikutip dari The Muse, banyak orang kesulitan membagi waktu
saat Work From Home (WFH). Kehidupan kerja dan pribadi yang menjadi satu membuat banyak pekerja kebingungan memisah nya. Terkadang mereka bekerja lebih dari 8 jam karena kesulitan menentukan jam kerja. Kebiasaan ini lambat laun berefek pada tubuh dan pikiran. Burnout akan muncul jika kebiasaan ini tidak teratasi.
Semakin banyak inovasi yang membantu seseorang bekerja agar lebih efektif, namun justru itu membuat seseorang bekerja lebih banyak dan pekerjaan juga akan selalu bertambah sampai seterusnya. Ini mentalitas kerja di abad 21, if you can do more, why not do more? Well, because….di tahun 2021, WHO memasukkan burnout ke dalam klasifikasi penyakit yang bisa berkontribusi terhadap kesehatan mental.
Dilansir dari situs Greatmind.com, Ada tiga dimensi yang mendefinisikan burnout, yaitu:
1. Exhaustion, artinya kelelahan, lemah, kekurangan energi, secara fisik maupun emosional.
2. Cynicism, sempat disebut juga depersonalisasi, yaitu saking capeknya, mulai ada perilaku dan mindset negatif kepada orang lain, gampang kesal, tidak ingin bersosialisasi, dan juga kalau idealisme mulai hilang.
3. Inefficacy, jadi produktivitas atau pencapaian yang menurun, termasuk juga hilangnya kepercayaan diri dalam bekerja.
Mungkin sebagian dari kita pernah mengalami salah satu dari ketiganya. Yang berbahaya adalah saat ketiganya terjadi bersamaan, dan dibiarkan saja, atau tidak ditindaklanjuti. Karena burnout adalah efek jangka panjang dari situasi kerja yang menekan.
Melansir dari Forbes (29/03/2020), ada sebuah tanda-tanda burnout yang dapat dilihat. Pekerja akan kesulitan berkonsentrasi saat bekerja. Mereka juga lebih sulit menangkap informasi yang disampaikan. Pekerja cenderung mengindari pekerjaan. Tidak jarang karyawan terlambat mengikuti rapat online. Pekerjaan mereka juga sering tertunda atau telat. Efek burnout selama Work From Home (WFH) juga membuat performa kerja menurun dan bedampak pada kualitas pekerjaan karyawan tidak sebaik biasanya.
(Penulis, Aulia Azizah)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!