Cosplayer dan Penggemar Anime Jepang Sukseskan Bunka No Masturi #2

Reporter : Raswatilorita

Foto : Panitia Bunka

Puncak Bunka No Matsuri #2, (Minggu/19/11/2023) dimeriahkan  penampilan cosplayer dan penggemar wibu Yogyakarta dan sekitarnya di Kampus Terpadu UWM, Jl. Tata  Bumi Selatan, RT.06/RW.08, Banyuraden, Kapanewon Gamping, Kabupaten  Sleman, Yogyakarta.

Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UWM, Tommy Satriadi  Nur Arifin, S.I.Kom,. MA menyatakan, peserta dan komunitas penghobi budaya Jepang dari berbagai genre seperti gamer, cosplayer, dan penggemar anime Jepang sangat antusias sehingga puncak Bunka No Masturi#2 sangat meriah dan penyelenggaraannya sukses.

Bunka No Matsuri #2 menampilkan berbagai perlombaan, seperti fashion show para coplayer dengan memakai kostum sesuai dengan karakter favorit mereka. Sesi ini menjadi acara yang ditunggu tunggu oleh para pengunjung sebab pada acara inilah meraka dapat melihat berbagai kostum yang dibawakan oleh para cosplayer.

Cosplyer Anime, Elisa Hana mengaku kostum yang dibawakan olehnya terinspirasi dari tokoh Momokai Sakurai yang berada pada anime “Cinderlla Grils”. Elisa menambahkan sangat senang dengan adanya acara Bunka No Matsuri #2 dengan ruang terbuka seperti pendopo menjadi daya tarik yang berbeda dengan perayaan Bunka No Matsuri sebelumnya.

Sesi ini menggundang antusias yang cukup tinggi dari pengunjung terutama bagi mereka yang kagum dengan kostum yang dipakai oleh peserta saat sesi fashion show.

Pengunjung Bunka No Matsuri #2, Tegar Setya Budi menyatakan menikmati acara.”Saya berharap kegiatan ini sebagai rintisan untuk membentuk wadah  ekspresi diri dengan cara berpakaian seperti tokoh favorit dalam cerita film maupun kartun  Jepang.

Panitia menggandeng beberapa UMKM sekitar kampus yang berada di booth kuliner agar peserta dan penonton dapat menikmati acara sekaligus kulineran di sekitar area acara.

Penjaga bazar kuliner makanan dan minuman ringan, Nur Fitri menyatakan, bazar Bunka No Matsuri #2 cukup ramai pada puncak acara dibandingan dengan hari pertama. Para pengunjung antusias untuk menikmati berbagai hidangan di booth kuliner. Ini menguntungkan bagi para pengelola kuliner.

“Saya perhatian stand booth kuliner jumlahnya banyak,dan pengunjung menikmati berbagai makanan dan minuman yang dijajakan,” kata TommySatriadi.

 Volunter, mahasiswa program studi Sosiologi Fisipol UWM Tomi Kurniawan menyatakan sangat senang bisa membantu panitia untuk kelancaran acara.

“Para volunter senang dan bersemangat dengan hadirnya para mahassiwa dan pendemen Bunka No Masturi. Kami berharap acara serupa dilanjutkan dan penyelenggara tetap bekerja sama lagi dengan fisipol UWM.”

Bunka No Matsuri #2 Wibu Naek Kelas Siap Menyambut  Para Coplayer Yogja

Reporter : Raswatilorita (Mahasiswa Ilmu Komunikasi)

Kolaborasi Komunitas Bunka Festival dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Widya Mataram (UWM) siap menyambut para cosplayer Yogyakarta dan sekitarnya di Kampus Terpadu UWM, Jl. Tata Bumi Selatan, RT.06/RW.08, Banyuraden, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Sabtu-Minggu ( 18-19/11/2023).

Ketua Panitia Perayaan Bunka No Matsuri #2, Resha Matantya Prabowo menyatakan, perayaan Bunka No Matsuri #2 mengangkat tema “ Cross Culture”,yang memadukan sentuhan budaya Jepang dengan budaya Indonesia. Tujuannya memberi pemahaman bagi masyarakat tentang peran penting lembaga pendidikan dalam pembentukan pemikiran dan penelitian.

Para cosplayer ternama yang direncanakan hadir para puncak acara Minggu (19/11/2023) CrossXover, Kohi Sekai, Minerva Land, E-Qourz, Bring Back The Sanity, Depweb Dolphin, Nasrul, Kraugel.  Kemudian Nakama Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta Itasha  Community, Faijo (Fighting Jogja), dan Arknight

Bunka No Matsuri #2 diramaikan dengan ajang perlombaan, di antaranya kontes lypsync  cosplay.Perlombaan ini dipandu oleh master of ceremony (mc), Icha dan Iyan,  dan juri penilai, Faiz Oda.

Kepala Bagian (Kabag) Tenaga Kependidikan Fisipol Tosan Surya Adi, A.Md. mengatakan, persiapan pelaksanaan telah memasuki 95%, 5 % sisanya finalisasi pengaturan tempat dan blocking boothnya.

“Semua kelengkapan kegiatan bisa diatasi dengan bantuan dari beberapa pihak seperti pimpinan fakultas, tenaga pendidik dan mahasiswa yang menjadi volunter di acara tersebut”.

Tosan menambahkan, Bunka No Matsuri 2 sebagai lanjutan acara sebelumnya, menghadirkan lebih banyak kejutan, seni, dan budaya yang menginspirasi.

“Acara ini sebagai wadah yang mendorong pemahaman yang lebih baik tentang budaya Jepang dan Indonesia melalui fenomena Cosplay, mendorong dialog dan pertukaran antarbudaya dua negara, dan memberikan panggung bagi seniman-seniman Jepang dan Indonesia.”

Harapan berikutnya, kegiatan seni mmembangkitkan komunitas pengusaha dan pengrajin local. Panitia memberi mereka kesempatan untuk memamerkan karya-karya mereka di tenant booth. ***

Sosialisasi Pemilih Pemula Pemilu 2024 Tergilas Isu Capres

Dr. Mukhijab, MA

“Bagaimana cara memilih calon-calon dalam pemilu?.“

Pertanyaan lugas dan sederhana itu disampaikan oleh dua calon pemilih pemula dalam sesi Sosialisasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 oleh penulis dan kolega dosen dari Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Widya Mataram (UWM), Yogyakarta.

Penanya dua remaja perempuan yang terdaftar sebagai calon pemilih di dua desa Desa Tuksono, Kec. Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, dan Desa Kapanewon Saptosari Kabupaten Gunungkidul. Mereka sebagai calon pemilih perdana mengaku awam dan galau menghadapi momentum akbar pesta demokrasi 2024.

“Saya mendengar calon yang dipilih tidak hanya satu ya pak. Bagaimana memilih mereka, seperti apa gambarannya,” kata penanya lagi.

Lontaran pertanyaan itu menjadi isyarat bahwa pemilih pemula memerlukan pengetahuan tentang pemilu, dan karena itu penyelenggara pemilu mendesak untuk sosialisasi.

Lima bulan menjelang pemilu serempak 2024, gebyar pemilu masih didominasi oleh intrik-intrik pencalonan presiden-wakil presiden, menggilas sosialiasi teknis pemilihan di kalangan pemilih pemula. Isu-isu teknis pemilihan sepertinya soal sepele tetapi substansial seperti bagaimana pemilih pemula mendapat informasi lengkap dan terukur soal pemilu lepas perhatian dari stakeholders pesta demokrasi lima tahunan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan apparatus  pelaksana pemilu di bawahnya.

Dari pertanyaan-pertanyaan para peserta sosialisasi, beberapa aspek yang memerlukan penjelasan. Selain jadwal pelaksanaan, deskripsi perihal partai dan calon legislatif (caleg), cara memilih, dan prosedur memilih. Aspek teknik ini terkesan menyederhanakan persoalan pemilu, tetapi kenyataannya dimensi praktis itu menjadi perhatian pemilih pemula melebihi perhatiannya terhadap asas-asas dan aturan pemilu. Mereka fokos bagaimana cara memilih, aturan main pesta politik tidak begitu penting di mata mereka.

Metode sosialisasi pemilu bisa ditempuh secara online dan offline. Desimanasi pemilu secara online menggunakan media sosial (medsos) daring menjadi pilihan logis karena para pemilih pemula hamper seliruhnya mengakses medsos dan media elektronik lain yang berbasis pada internet. Medsos dipadukan dengan media televisi lebih mempertajam sosialisasi.

Dari sosialisasi pemilu di dua desa yang disebut di atas, para pemilih pemula belum fokus untuk mengakses isu-isu pemilu di medsos, media digital, melalui seluler mereka. Selain persoalan politik tidak terlalu menarik generasi Z, alasan yang lebih mendasar soal kapasitas pengetahuan tentang pemilu yang masih minimalis.

Metode offline sebagai bentuk sosialisasi secara konvensional dengan tatap muka. Pengalaman di lapangan menunnjukan, para pemilih pemilu tertarik dengan ornamen-ornamen pemilu yang berwarna dalam bentuk alat peraga. Menurut mereka, penampilan partai dan calegnya, tata cara memilih dengan gambar berwarna terkesan atraktif dan membantu untuk menangkap pesan tentang teknis pemilu.

Sampel kartu pemilih sebagai atribut pemilu yang menarik perhatian para pemilih pemilu. Mereka kaget ketika ditampilkan setiap pemilih harus memegang lima kartu pemilihan, yang terdiri dari calon legislatif kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, calon senator (Dewan Perwakilan Daerah), dan calon presiden-wakil presiden.

“Calon DPR, DPD jumlahnya banyak? Bagaimana saya harus memilih satu dari mereka? Apa memilih partainya boleh atau memilih orangnya, atau partai dan orangnya?,” tanya peserta sosialisasi.

Sebagian besar peserta tidak membayangkan pemilihan calon DPR dan DPD terdapat zonasi sehingga daftar caleg yang dipilih sesuai daerah pemilihan. Pengetahuan ini belum terinstal dalam pemilih pemula.

Desa dan PPS

Ketika proses persiapan sosialisasi, respon desa dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) tempat sosialisasi beragam. Dalam proses kerjasama untuk menyelenggarakan kegiatan itu, desa dan PPS A lebih responsif, sebaliknya desa dan PPS B respon lambat (slow respon). Melalui jeda panjang dari awal rencana kerjasama, akhirnya desa B bersedia kerjasama dengan syarat tertentu.

Saat pelaksanaan sosialisasi, desa A melibatkan lurah, PPS dan pengawas, serta jumlah pemilihan pemula peserta sosialisasi pemilu relatif banyak, sementara sosialisasi di desa B melibatkan lurah, dan diikuti segelintir peserta, tanpa kehadiran PPS dan pengawas.

Sosialisasi itu berlangsung dua sesi pada Juli 2024. Para pemilih pemula peserta sosialisasi bersuara senada bahwa mereka belum mendapat kegiatan serupa dari desa dan PPS. Mereka tidak mengetahui apakah desa dan PPS menjadwalkan sosialisasi.

Perangkat dari dua desa menyikapi kondisi tersebut terbelah dua juga. Desa A memandang sosialisasi dari dosen-dosen kampus selayaknya ditindaklanjuti dengan sosialisasi berikutnya oleh PPS dan sosialisasi berbasis pada dusun. Desa B cenderung pasif. Kepala desa mengetahui sosialisasi pemilu tugas PPS, apakah perlu lanjutan sosialisasi, kata kepala desa, bola ada di tangan PPS.

Sikap pasif desa B dikaitkan dengan peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memiliki program terstruktur dalam sosialisasi pemilu online. Terdapat kesan, sosialisasi online lebih dari cukup karena para pemilih pemula bisa mengakses melalui perangkat komunikasi pintar yang dimilikinya. Apakah sosialisasi online mengatasi segalanya?

Anggota PPS menyampaikan ke penulis, sosialisasi offline untuk pemilih pemula maupun pemilih lama di dusun-dusun mendesak dilaksanakan karena informasi digital belum tentu sampai ke mereka. Problemnya, tiga petugas PPS terlalu sedikit untuk menjangkau sejumlah dusun. Kalaupun bisa menjangkau semua dukuh, memerlukan waktu dan anggaran yang memadai karena jarak antardusun relatif jauh dan akomodasi untuk peserta sosialisasi diperlukan untuk konsumsi dan uang transport (apabila anggaran PPS memadai).

Tanpa sosialisasi secara menyeluruh, pengetahuan para peserta pemilih pemula dan warga lebih dominan soal capres karena media konvensional, media online dan media sosial lebih banyak mengekspos seputar pencalonan capres, sementara caleg-caleg sangat minim sosialisasi. Inforamsi  soal capres juga mengalahkan informasi tentang teknik pemilihan.

“Ketimpangan informasi” itu menjadi isyarat terdapat problem untuk mencapai proses dan hasil pemilu yang berkualitas.*** Tulisan ini bisa juga dibaca di website Kompas.com

https://regional.kompas.com/read/2023/10/20/14153971/sosialisasi-pemilih-pemula-pemilu-2024-tergilas-isu-capres?page=all

Mahasiswa Fisipol UWM Bisa Lulus Kurang Empat Tahun

Kuliah sarjana strata satu (S1) bisa ditempuh dalam waktu kurang empat tahun, dengan kualitas tetap terjaga, yang ditandai indek prestasi kumulatif (IPK) lebih dari cukup dari mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipil) Universitas Widya Mataram (UWM).

Mahasiswa Administrasi Publik, Endang Rukmini Endarwati bisa selesai kuliah dalam waktu 3 tahun 11 bulan, meraih IPK 3.88 (cumlaude).  Lulus dalam waktu yang sama Aulia Aziza (Prodi Ilmu Komunikasi,3 tahun 11 bulan). Kemudian Ranika Rahayu dari Prodi Sosiologi.

Rektor UWM Prof. Dr.Edy Suandi Hamid menyatakan terkesan dengan mahasiswa lulus cepat dan IPK tinggi.

“IPK sarjana saya 3,4 atau 3,5. Itu IPK kecil dibanding mahasiswa lulusan sekarang. Saya terkesan dengan mahasiswa Fisipol UWM bisa mendapat IPK besar dan masa kuliah kurang dari empat tahun,” kata Edy Suandi Hamid.

Pendapatnya disampaikan saat sambutan acara Yudisium dan Pelepasan Calon Wisudawan Fisipol Semester Genap 2022/2023.

Meraih IPK besar sangat membanggakan, kata Edy Suandi Hamid, karena nilai akhir kuliah menjadi modal untuk menatap masa depan atau mencari kerja bagi yang belum bekerja.

“Anda yang meraih IPK besar sudah memiliki modal awal untuk terjun ke masyarakat. Bagaimana dengan mahasiswa dengan IKP biasa-biasa saja atau lebih rendah dari peraih IPK tertinggi? Saya pesan jangan berkecil hati.”

Menurutnya, IPK bukan variabel tunggal yang menentukan lulusan PT bisa sukses atau sebaiknya. IPK besar maupun kecil bisa mengantarkan sukses ketika dipadukan dengan ketrampilan lunak (soft skill).

“Ketrampilan lunak berupa kemampan komunikasi yang efesien dan efektif, kemampuan adaptasi dengan keragaman budaya, dan kemampuan kememimpinan.”

Dekan Fisipol UWM Dr As Martadani Noor, MA menjelaskan, fakultanya meluluskan 23 mahasiswa untuk wisuda semester genap tahun akademik 2022/2023. Wisuda dilaksanakan Sabtu, 2 September 2023 di Kampus Terpadu UWM.

Para wisudawan dari Fisipol lulus dari Prodi Administrasi Publik sebanyak 14 orang, Sosiologi 6 orang, Ilmu Komunikasi 3 orang.

Para lulusan fisipol, kata Martadani, hendaknya menerapkan cara berpikir komprehensif dan kritis saat terjun ke masyarakat. Pikiran demikian sebagai bagian dari menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.

“Kita bisa merasakan pengetahuan itu bermanfaat saat kita dihadapkan dengan persoalan di tengah masyarakat. Saran saya terapkan cara berpikir komprehensif.”